BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembang
pesatnya ilmu akuntansi pada masa sekarang dan semakin diperlukannya suatu
proses akuntansi dalam suatu perekonomian, menjadikan adanya pemikiran darimana
asal ilmu akuntansi tersebut pertama kali muncul dan akhirnya bisa berkembang
sebagaimana sekarang.
Dikenalnya
Luca Pacioli sebagai “Bapak Akuntansi Modern” dengan adanya buku Summa de
Arithmatica Geometria, Proportioni et Proportionalita, pada tahun 1494
menimbulkan keraguan dikalangan para ahli Akuntansi tentang siapa yang pertama
kali memperkenalkan akuntansi, apakah benar Luca Pacioli dengan bukunya atau
akuntansi telah ditemukan dan diterapkan sebelum buku tersebut diterbitkan.
Dalam
makalah ini menjelaskan asal mula adanya akuntansi dan hal-hal yang menunjukkan
bukti-bukti adanya akuntansi sebelum munculnya buku akuntansi yang dikarang
oleh Luca Pacioli dan membantah bahwa Luca Pacioli bukanlah penemu dari
Akuntansi.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan
untuk menjelaskan sejarah awal mula adanya akuntansi dan bagaimana
perkembangannya sehingga bisa menjadi suatu ilmu yang sangat penting dan
menjadi suatu kebutuhan dalam perekonomian.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Islam Terhadadap Perkembangan Akuntansi
Sebelum
berdirinya pemerintahan Islam, peradaban didominasi oleh dua bangsa besar yang
memiliki wilayah yang luas, yaitu bangsa Romawi dan bangsa Persia. Sebagian
besar wilayah di timur tengah saat nabi Muhammad SAW lahir berada dalam jajahan
dan menggunakan bahasa negara jajahan seperti Syam (sekarang meliputi Suria,
Lebanon, Yordania, Palestina, dan Israel), yang dijajah oleh romawi, sedangkan
irak dijajah oleh Persia. Adapun perdagangan bangsa arab Mekkah terbatas ke
Yaman pada musim dingin dan Syam pada musim panas.
Pada
saat itu, akuntansi telah digunakan dalam bentuk perhitungan barang oleh pada
pedagang sejak mulai berdagang sampai pelang kembali. Perhitungan dilakukan
untuk mengetahui perubahan-perubahan, dan untung atau rugi. Selain itu, orang-orang
yahudi yang saat itu banyak melakukan perdagangan, menetap dan juga memakai
akuntansi untuk transaksi utang piutang mereka.
Praktik
akuntansi pada masa Rasulullah telah berkembang setelah ada perintah Allah
melalui Al-quran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (Al-quran
2:282) dan untuk membayar zakat (al-quran 2:110;177; 9:18;71; 22:78; 58:13).
Perintah Allah untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai telah
mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti
transaksi. Adapun perintah Allah untuk membayar zakat telah mendorong umat
islam saat itu untuk mencatat dan menilai asset yang dimilikinya. Berkembangnya
praktik pencatatan dan penilaian asset merupakan konsekuensi logis dari
ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari asset yang dimiliki seseorang yang telah memenuhi criteria nisab
dan haul.
B. Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam
Kewajiban
zakat berdampak pada didirikannya institusi baitulmal oleh Nabi Muhammad SAW
yang berfungsi sebagai lembaga penyimpan zakat beserta pendapatan lain yang
diterima oleh negara. Pemerintahan Rasulullah memiliki 42 pejabat yang digaji
yang terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri. Praktik akuntansi pada
lembaga Baitulmal di zaman Rasulullah baru berada pada tahap penyiapan personal
yang menangani fungsi-fungsi lembaga keuangan negara. Pada masa tersebut, harta
kekayaan yang diperoleh negara langsung didistribusikan setelah harta terssebut
diperoleh. Dengan demikian/ tidak terlalu diperlukan pelaporan atas penerimaan
dan pengeluaran baitulmal. Hal sama berlanjut pada masa Khalifah Abu Bakar as
Siddik.
Perkembangan
Pemerintahan Islam hingga meliputi Timur
Tengah, Afrika dan asia di zaman khalifah Umar bin Khattab telah meningkatkan
penerimaan negara secara signifikan. Dengan demikian, kekayaan negara yang
disimpan di Baitulmal juga semakin besar. Para sahabat merekomendasikan
perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran negara.
Selanjutnya, khalifah Umar bin Khattab mendirikan unit khusus yang bernama Diwan (dari kata dawwana = tulisan) yang
bertugas membuat laporan keuangan Baitulmal sebagai bentuk akuntabilitas
Khalifah atas dana Baitulmal yang menjadi tanggungjawabnya.
Selanjutnya,
reliabilitas laporan keuangan pemerintah dikembangkan oleh Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (681-720 M) berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan uang.
Kemudian Khalifah Al Waleed bin Abdul Malik (705-715 M) mengenalkan catatan dan
register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya
Evolusi
perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa
Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara
lain akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi
konstruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku (auditing). Pada
masa itu, sistem pembukuan telah menggunakan model buku besar., yang meliputi
sebagai berikut:
1. Jaridah
Al-Kharraj (mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan
pemerintah terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian,
serta hewan ternak yang belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar. Piutang
dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran dikolom yang lain.
2. Jaridah
An-Nafaqat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk
mencatat pengeluaran Negara.
3. Jaridah
Ai-Mal (Jurnal dana), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat
penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
4. Jarida
Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan
denda atau sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk dari pejabat
yang korup.
Adapun
untuk pelaporan, telah dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain
sebagai berikut.
1. Al-Khitmah,
menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan
2. Al-Khitmah
al-jame’ah, laporan keuangan komprehensif yang berisikan gabungan antara
laporan laba rugi dan neraca (pendapatan, pengeluaran, surplus dan deficit,
belanja untuk asset lancar maupun asset
tetap) yang dilaporkan di akhir tahun. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat,
utang zakat yang diklasifikasikan dalam laporan keuangan menjadi tiga kategori,
yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts.
C. Hubungan Peradaban Islam dengan Buku Pacioli
Pada
tahun 1494, seseorang berkebangsaan italia bernama Luca Pacioli, menerbitkan
buku dengan judul Summa de Arithmetica Geometria, Proportioni et
Proportionalita (segala sesuatu tentang Aritmetika, Geometri, dan
Proporsi). Buku tersebut terbagi atas lima bagian yang banyak membahas tentang
ilmu matematika. Salah satu bab di dalamnya membahas tentang pembukuan yang
menekankan pada sistem pencatatan yang terjadi di Venice lebih dari 200 tahun
sebelumnya dan masih digunakan pada masa itu, dan dikenal dengan nama metode
Venice.
Melalui
buku tersebut, Pacioli dianggap sebagai orang pertama yang menggagas sistem
tata buku berpasangan (double entry bookkeeping), sebuah sistem baru dan
dianggap sebagai revolusi dalam seni pencatatan dalam bidang ekonomi dan
bisnis. Hendriksen menyatakan bahwa jurnal yang dibuat Pacioli sudah mirip
dengan yang digunakan sekarang. Debit dicatat sebelah kiri (deve dare/debere)
dan kredit disisi kanan (deve avare/creed). Dalam berbagai , Pacioli
kemudian disebut sebagai “Bapak Akuntansi”.
Buku
Summa de Arithmetica yang dibuat oleh Pacioli menimbulkan banyak
pertentangan. Salah satunya perkembangan akuntansi yang ditulis oleh Pacioli
sebenarnya bukanlah terjadi di Republik Italia kuno. Melainkan yang terjadi
adalah Italia mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai kepada mereka
dari bangsa lain. Jadi Pacioli hanyalah menulis dan menjelaskan dari apa yang telah terjadi dan dipraktikkan
pada masa itu, yang beredar di antara para guru dan murid sekolah aritmatika
dan perdagangan.
Selain
itu, mengingat sejak abad ke-8 M, bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabia
dan India dan berhenti di Italia untuk berdagang suatu barang mewah yang tidak
diproduksi oleh Eropa. Sedangkan Pacioli baru menerbitkan buku Summa de
Arithmetica pada Abad ke-15 yang menurut sejarah pada akhir abad tersebut Eropa
sedang terhenti perkembangannya dan tidak dapat diharapkan adanya kemajuan yang
berarti dalam metode akuntansi. Pacioli juga dicurigai menulis bukunya
didasarkan pada tulisan Leonard of Piza, orang Eropa pertama yang menerjemahkan
buku Aljabar yang ditulis dalam bahasa Arab, yang berisikan dasar-dasar bookkeeping.
Dalam
sejarah Islam, lebih satu abad sebelum buku Pacioli diterbitkan, telah ada
manuskrip tentang akuntansi yang ditulis oleh Abdullah bin Muhammad bin Kiyah
Al Mazindarani dengan judul Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqaat pada
tahun 1363 M yang menggambarkan praktik double entry bookkeeping masyarakat
Muslim pada saat itu. Beberapa kaidah dalam manuskrip tersebut yang terkait
dalam praktik double entry adalah sebagai berikut.
1. Harus
mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber
pemasukan tersebut.
2. Harus
mencatat pengeluaran dihalaman sebelah kiri dan menjelaskan
pengeluaran-pengeluaran tersebut
Double
entry bookkeeping diduga berasal dari Spanyol dengan
alasan bahwa kebudayaan dan teknologi Spanyol pada abad pertengahan tersebut
jauh lebih unggul dibanding dengan peradaban Italia dan Negara Eropa lainnya.
Sementara pada waktu itu, Spanyol adalah negara Muslim serta merupakan pusat
kebudayaan dan teknologi di Eropa.
Beberapa
ahli sejarah Barat menyimpulkan bahwa masyarakat yang dimaksud oleh Pacioli
dalam bukunya adalah masyarakat dan bahkan pemerintah Italia. Pendapat ini
dipandang bertentangan dengan fakta terkait mengenai tidak operasionalnya angka
Romawi untuk digunakan dalam praktik akuntansi yang sedemikian maju. Sementara,
masyarakat Muslim pada waktu itu telah mengembangkan penggunaan angka nol, yang
kemudian disebut dalam dunia akademik sebagai angka arab, untuk mengembangkan
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu bidang ilmu yang
menonjol pada waktu itu adalah ilmu matematika terutama bidang aljabar (algebra)
yang ditemukan dan dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim yang sangat berkaitan
dengan teknik double entry bookkeeping. Pengembangan bidang ilmu
tersebut sangatlah mungkin terkait dengan kebutuhan masyarakat Muslim yang
telah berkembang maju peradabannya pada waktu itu. Dengan demikian, masyarakat
yang dimaksud sangatlah mungkin masyarakat Muslim, termasuk masyarakat berbagai
daerah di Eropa yang terimbas oleh kemajuan yang dicapai oleh peradaban Islam saat
itu.
D. Berbagai Pendekatan dalam Mengembangkan Akuntansi
Syariah
Buku
Pacioli menemukan momentumnya untuk berkembang luas seiring dengan
berkembangnya penemuan mesin cetak dan revolusi industri di Eropa. Selanjutnya,
perkembangan Akuntansi banyak terjadi di Eropa dan dipengaruhi oleh ideologi
kapitalis yang menggunakan akuntansi sebagai instrumen utama bagi pemilik modal dalam memonitor perkembangan
modal usahanya. Sebaliknya, seiring dengan terjadinya kemunduran dalam hal ilmu
pengetahuan dan teknologi di masyarakat Muslim, masyarakat Muslim cenderung
menjadi pemakai atas akuntansi yang dikembangkan oleh masyarakat Eropa yang
telah diwarnai oleh ideologi kapitalis dengan ciri pemisahan antara agama
dengan kehidupan dunia atau bisnis.
Kondisi ini menjelang akhir abad ke-20 dipandang kurang
tepat bagi para pakar akuntansi yang mengkaji akuntansi dalam perspektif islam.
Hal ini terkait dengan prinsip “kaffah” dalam ajaran islam yang mewajibkan
penganutnya untuk menerapkan prinsip dan ajaran islam dalam seluruh sendi
kehidupannya, termasuk dalam aktivitas bisnis maupun profesi yang dijalani. Secara
umum, dalam ajaran islam, setiap orang boleh melakukan apapun, kecuali yang
dinyatakan dilarang. Akan tetapi, banyak diantara larangan tersebut merupakan
sesuatu yang biasa dipraktikkan dalam bisnis konvensional. Selain itu, islam
memiliki beberapa transaksi maupun kejadian ekonomi unik yang tidak biasa
diterapkan dalam bisnis konvensional, antara lain, transaksi pembayaran zakat,
transaksi usaha yang menggunakan skema bagi hasil, skema sewa, dan lain
sebagainya.
Atas dasar itu, muncullah kajian dan pemikiran untuk
mengembangkan akuntansi dalam perspektif islam atau yang biasa disebut Islamic
Accounting dalam bahasa Inggris dan Akuntansi Syariah dalam bahasa
indonesia.
Ada 3 pendekatan yang berkembang dikalangan pakar
akuntansi dalam perspektif islam dalam merumuskan bentuk akuntansi syariah,
yaitu:
1.
Pendekatan induktif berbasis akuntansi kontemporer
Pendekatan induktif
berbasis akuntansi kontemporer biasanya disingkat dengan pendekatan induktif.
Berdasarkan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution (AAOIFI), pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan
barat yang sesuai dengan organisasi bisnis orang islam dan mengeluarkan bagian
yang bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan
ini menyatakan bahwa pendekatan ini
dapat diterapkan dan relevan dengan institusi yang memerlukannya. Selain itu,
pendekatan ini sesuai dengan prinsip ibaha (mubah) yang menyatakan bahwa segala
sesuatu yang terkait dengan bidang muamalah (aktivitas duniawi) boleh
dilakuakan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Oleh sebab itu,
akuntansi merupakan sesuatu yang bersifat mualamalah, maka akuntansi yang dikembangkan
oleh masyarakat kapitalis merupakan hal yang juga boleh digunakan di masyarakat
islam sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran islam. Adapun argumen yang
menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan pada
masyarakat yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu dan dipandang
merusak karena mengandung asumsi yang tidak islami.
Pendekatan induktif
dipelopori oleh AAOIFI dan diikuti oleh organisasi profesi akuntan diberbagai
negara, termasuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Tujuan akuntansi syariah
berdasarkan pendekatan ini adalah untuk mengambil keputusan (decision
usefulness) dan memelihara kekayaan institusi (stewarship). Tujuan decision
usefulness dalam pendekatan ini dinyatakan dalam AAOIFI dalan SFA nomor 1
paragraf 25:
“...to assist
users of these reports in making decisions.”
Hal yang sama
dinyatakan oleh IAI dalam KDPP-LKS (kerangka dasar penyusunan dan Penyajian
Laporan Lembaga Keuangan Syariah) tahun 2007 paragraf 30:
“...menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Adapun tujuan stewarship
yang dinyatakan oleh AAOIFI dalam SFA nomor 1 paragraf 33-34:
“ ...to
contribute to the safeguarding of the assets and to the enhancement of the
managerial and productive capabilities of the institutions.”
Demikian pula oleh
IAI dalam KDPP-LKS paragraf 30
“...untuk membantu
mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam
mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.”
Kedua tujuan ini
merupakan sesuatu yang harus menjadi fokus perhatian dalam instituasi islam.
2.
Pendekatan Deduktif dari Sumber Ajaran Islam
Pendekatan ini diawali
dengan menentukan tujuan berdasarkan prinsip ajaran Islam yang terdapat dalam
Alqur’an dan Sunah. Kemudian, tujuan yang sudah ditentukan tersebut digunakan
untuk mengembangkan akuntansi kontemporer. Argumen yang mendukung pendekatan
ini menyatakan bahwa pendekatan ini akan meminimalisasi pengaruh pemikiran
sekuler terhadap tujuan dan akuntansi yang dikembangkan. Adapun argumen yang
menentang menyatakan bahwa pendekatan ini sulit dikembangkan.
Pendekatan deduktif
dipelopori oleh beberapa pemikir akuntansi syariah, antara lain Iwan Triwuyono,
Akhyar Adnan, Gaffikin, dan beberapa pemikir lainnya. Adnan dan Gaffikin serta
Triwuyono berpandangan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah pemenuhan
kewajiban zakat (pertanggungjawaban melalui zakat).
Triwuyono menyatakan
bahwa penggunaan akuntansi berorientasi zakat akan menghasilkan organisasi yang
lebih Islami.
Salah satu
implikasi penggunaan zakat sebagai tujuan zakat adalah akuntansi syariah harus
menerapkan current cost. Akan tetapi, pendekatan deduktif sejauh ini
masih dalam tahap kajian dan belum teraplikasikan pada perusahaan.
3.
Pendekatan Hibrid
Pendekatan ini
didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran Islam dan persoalan
masyarakat yang akuntantansi syariah mungkin dapat menbantu menyelesaikannya.
Argumen yang mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa suatu metodologi Islam
harus memperhatikan relevansinya dengan masalah masyarakat yang
diidentifikasikan dan dianalisis dari sudut pandang Islam.
Penerapan
pendekatan hibrid dipelopori oleh pemikir akuntansi syariah seperti
Shahul Hameed dan cukup banyak lulusan Internasional Islamic University di
Malaysia tempat beliau mengajar. Tujuan akuntasi syariah dalam pendekatan ini
menurut Hameed adalah mewujudkan pertanggungjawaban Islam.
Akuntabilitas
primer diwujudkan dalam bentuk manusia menaati ketentuan Allah (Alqur’an dan Sunah), sedang
akuntabilitas sekunder diwujudkan dalam bentuk menajer mengidentifikasi,
mengukur, dan melaporkan aktivitas sosioekonomi yang berkaitan dengan masalah
ekonomi, sosial, lingkungan, dan syariah compliance kepada investor.
Pendekatan hibrid
secara parsial telah diterapkan dilingkungan beberapa perusahaan konvensional.
Hal ini dapat dilihat dari laporan keuangan dan non-keungan perusahaan maupun disclosure
perusahaan yang memperhatikan tidak hanya masalah ekonomi, melainkan juga
masalah sosial dan lingkungan. Pendekatan hibrid mengapresiasi
perkembangan akuntasi sosial dan lingkungan di Eropa dalam tiga dekade
terakhir, dan menganggap itu perlu diaplikasiakan dalam akuntansi syariah.
Di Eropa, saat ini
sudah terdapat lembaga yang peduli dalam mengembangkan isu lingkungan dan
sosial seperti Global Reporting Initiative (GRI) dan ACCA. GRI bergerak dalam
mengkaji dan membuat standar pelaporan perusahaan dengan konsep triple
bottom line (ekonomi, sosial, dan lingkungan). ACCA, organisasi profesi
profesi akuntan di Inggris, banyak mendorong pengungkapan lebih luas hal-hal
yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Aspek selanjutnya yang perlu dilakukan
oleh pemikir akuntansi dalam prospektif Islam adalah mengembangkan triple
bottom line menjadi four bottom line (ekonomi, sosial, lingkungan,
dan kesesuaian syariah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi telah berkembang jauh
sebelum adanya akuntansi yang dikarang oleh Luca Pacioli yang membuatnya
dinyatakan sebagai “Bapak Akuntansi Modern”. Melainkan Praktik Akuntansi telah
diterapkan oleh bangsa Arab yang telah melakukan perdagangan sebelum masa
kerasulan.
Namun
secara tegas islam memerintahkan untuk mengadakan suatu pencatatan transaksi
yang bersifat tidak tunai sejak diturunkannya
al-Baqarah ayat 282 dan perintah membayar zakat yang berimplikasi
terhadap munculnya kebutuhan umat islam untuk mengembangkan dan menerapkan
akuntansi.
Hal
tersebut secara tidak langsung membantah keberadaan Luca Pacioli sebagai orang
yang pertma kali mengembangkan Akuntansi melainkan Luca Pacioli hanya sebagai
seorang ahli akuntansi yang menulis buku tentang akuntansi yang telah
diterapkan dan dikembangkan dalam masyarakat pada masa itu.
B. Saran
Melalui tulisan
ini penulis mengharapkan kepada para pembaca sebagai mahasiswa ekonomi islam
supaya lebih mengembangkan akuntansi syariah bukan hanya sebagai pemakai yang
ikut menggunakan akuntansi tanpa tau asal usul akuntansi tersebut dan apakah
sejalan atau bertentangan dengan ajaran Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
AAOIFI.
2003. “Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic Financial
Institutions”. Manama: AAOIFI.
Adnan,
Muhammad Akhyar, dan Labatjo, Irma H. 2006. Sejarah Akuntansi dalam
Perspektif Islam: Benarkah Luca Pacioli Bapak Akuntansi Modern. Yogyakarta:
Matan.
Triwuyono,
Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Yaya,
Rizal, dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer.
Jakarta: Salemba Empat.
Zaid,
Omar Abdullah. 2004. Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar dan Sejarah Keuangan
dalam Masyarakat Islam. Diterjemahkan oleh M. Syafii Antonio dan Sofyan S.
Harahap. Jakarta: LPFE Trisakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar